Siapa Fundamentalis itu?
Siapa
Fundamentalis itu?
Fundamintakis dalam islam atau islam fundamentalis memberikan gambaran adanya kelompok yang eklusif dan militan. Ada kesan tertentu bahwa kelompok seoerti itu menganggap orang yang tidak sependapat dianggap kafir, merasa dirinya yang paling benar bahkan merka menganggap adalah musuh. Yang dianggap musuh bagi mereka bukan hanya orang yang berlainan agama tapi muslim sendiri terkadang juga dianggap musuh dengan alasan ahlih maksiat, munafik, dan lain lain tetapi anehnya mereka diam saja ketika diantara mereka bermaksiat . Lalu pertanyaannya siapa kelompok fundamintalis itu?.
oleh:Saidiaby.

Fundamintakis dalam islam atau islam fundamentalis memberikan gambaran adanya kelompok yang eklusif dan militan. Ada kesan tertentu bahwa kelompok seoerti itu menganggap orang yang tidak sependapat dianggap kafir, merasa dirinya yang paling benar bahkan merka menganggap adalah musuh. Yang dianggap musuh bagi mereka bukan hanya orang yang berlainan agama tapi muslim sendiri terkadang juga dianggap musuh dengan alasan ahlih maksiat, munafik, dan lain lain tetapi anehnya mereka diam saja ketika diantara mereka bermaksiat . Lalu pertanyaannya siapa kelompok fundamintalis itu?.
Penulis mencobak memberi gambaran pada tulisan singkat ini dengan
berbagai pandangan dari pemuka agama. Fundamentalisme
adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai
dasar-dasar atau asas-asas (fundamental). Karenanya, kelompok-kelompok yang mengikuti paham ini seringkali
berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada di lingkungan agamanya
sendiri. Mereka menganggap diri sendiri lebih murni dan dengan demikian juga
lebih benar daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajaran agamanya telah
"tercemar".Kelompok fundamentalis mengajak seluruh masyarakat luas agar taat terhadap teks-teks Kitab
Suci yang otentik dan tanpa kesalahan. Mereka juga mencoba meraih kekuasaan politik
demi mendesakkan kejayaan kembali ke tradisi mereka.
Secara historis sebenarnya fundamentalis itu diplopori James Barr
yang merupakan rujukan utama dalam bidang fundamentalisme. James Barr
mengatakan, kata ini bermula dari judul essay yang berjudul
"Fundamentals" yang muncul di Amerika sekitar tahun 1910-1915.
Istilah ini digunakan untuk mengkategorikan teologi ekslusif, yaitu kepercayaan
mutlak terhadap wahyu, ketuhanan Al-Masih, mukjizat Maryam yang melahirkan
ketika masih perawan, serta kepercayaan lain yang masih diyakini oleh golongan
fundamentalis Kristen sampai sekarang.
Namun, ada
yang mengatakan penamaan tersebut tidak cocok untuk kaum fundamentalis masa
sekarang, karena pendapat-pendapat mereka terlalu sempit dan kurang jelas.
Biarpun alasan ini kurang bisa diterima, karena fundamentalisme yang baru
minimal masih masuk dalam kategori fundamental—dalam makna yang klasik, di
samping ajaran-ajarannya masih di terima oleh kaum fundamentalis masa sekarang.
Faktor kesejarahan makna dari istilah ini tidak begitu penting untuk memahami
istilah tersebut pada masa sekarang. Sebagian pengamat berpendapat bahwa
fundamentalisme pada mulanya terbatas kepada penganut Protestan di Amerika
Serikat.
Istilah ini
digunakan untuk para penjaga Injil (evangelicals) dalam golongan Protestan dan
juga golongan Karzemy yang tumbuh pesat sebagai satu sekte dalam agama Kristen.
Banyak juga yang menganggap bahwa fundamentalisme adalah segolongan masyarakat
desa, atau sekelompok masyarakat terpencil yang tinggal di kota kecil yang
sebagian besar penduduknya beragama Kristen Protestan. Kemudian gerakan
fundamentalisme menjadi gerakan militan agama yang menggunakan kekuatan
politik, sebagai alat untuk memerangi apa yang dianggap sebagai gerakan liberalisme, yang mengancam stabilitas
negara, keluarga, dan Gereja. Ide-ide liar semacam ini mulai bersemi pada masa
Russfelt.
Banyak
pendapat yang mengatakan bahwa fundamentalisme adalah fenomena baru, namun
sebagian sejarahwan Protestan di Amerika berusaha untuk tidak mengakui bahwa
fundamentalisme di Amerika itu hasil dari abad dua puluhan, yang pada masa itu
terdapat perdebatan tentang teori evolusi dan asal-usul manusia. Maka Marsden berusaha untuk menarik akar sejarah
fundamentalisme dari mulai munculnya gerakan suci yang ada sebelum lahirnya
istilah fundamentalisme itu sendiri.
Oleh karena itu bagi Marsden,
fundamentalisme yang sekarang merupakan penguat dari kecenderungan pada kebudayaan bangsa Amerika
dan agama-agama tradisional.
Garaudy
berpendapat lain, bahwa pemakaian fundamentalisme belum ada dalam kamus besar
Roper sampai tahun 1966. Tapi kamus kecil La Rose tahun 1966 telah
mendefinisikannya dengan sangat umum sekali, yaitu: "sikap orang-orang
yang menolak kondisionalisai akidah, sesuai dengan situasi dan kondisi
baru". Bahkan menurutnya definisi dalam bahasa Perancis telah dipakai oleh
Kristen Katolik, di mana terjadi pertentangan dengan para pembaharu semenjak
masa Paus X, kemudian setelah Muktamar Vatikan II tahun 1966.
Dari analisa
kesejarahan ini, kita bisa menemukan benang merah istilah fundamentalisme dalam
tradisi agama Kristen dengan bermacam-macam alirannya. Meski sebagian kalangan
sungkan untuk menamakan diri dengan kaum fundamentalis seperti segelintir orang
di Inggris lebih suka dengan nama "para penjaga Injil".
Namun istilah
“penjaga Injil” ini tidak populer, di samping definisi ini bersebrangan dengan
fundamentalisme. Istilah fundamentalisme kadang cenderung berkonotasi negatif
dan mengejek, tapi juga berfungsi untuk memberi batasan terhadap satu kondisi tertentu sebagaimana gerakan "evangelicals" (para penjaga Injil) erat
hubungannya dengan politik di dalam Gereja.
Banyak orang
alergi dengan sebutan fundamentalisme ini. berbeda dengan para penganut
Protestan yang dengan bangga memegang identitas tersebut,dan memakainya untuk
membedakan diri dengan mereka yang lebih suka dengan sebutan “pembela akidah”.
Namun bersamaan dengan definisi yang cederung bermakna negatif ini, tentu tak
seorangpun akan menggunakannya. Inilah yang disebut oleh Walker dengan
kesewenang-wenangan bahasa.? Dari sini, kata fundamentalisme mempunyai makna
rancu dan berubah-rubah sesuai dengan pendapat dan sikap orang yang
menafsirkannya. Dan tentu maksud dan tujuannyapun akan berbeda sesuai dengan
kondisi dan kebutuhannya. Maka terkadang istilah fundamentalisme hanya mencakup
golongan-golongan tertentu, seperti golongan pembela kaum Yahudi di Israel,
atau gerakan pembebasan Tamil di Srilangka atau golongan Hindu melawan missionaris
asing di India. Yang lebih menarik jika belakangan ini fundamentalisme
diidentikkan dengan Islam.
Kaum
fundamentalis sendiri menolak penamaan ini, karena menurut mereka tidak
mewakili dari akidah yang mereka anut, namun hanya untuk golongan dan sekte
tertentu. Dalam agama Kristen misalnya, lebih suka menyebut dirinya dengan
"Kristen sejati" atau Kristen saja. Karena setiap kritikan yang
ditujukan kapadanya berarti hujatan atas agama itu sendiri. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan Islam fundamentalis yang mencampur antara kritik terhadap
golongan dan kritik agama secara umum. Pandangan ini dengan sendirinya menjadi
bagian inti dari proses maraknya fundamentalisme.
Jika kita
telusuri dasar-dasar fundamentalisme dalam Injil, Al Quran, maupun nash-nash suci
lainnya, tentu kita tidak akan menemukannya. Semua itu hanya akan kita temui
dalam pemahaman atas teks-teks agama. Sayangnya pemahaman ini sering dianggap
sebagai bagian dari agama. Di sini, fundamentalisme sebenarnya berfungsi
sebagai pelestari pemahaman keagamaan yang berkembang dan dianut pada zaman
dulu. Kini hanya sekedar ta'wil dan pandangan belaka[1].
Ketika kita
menarik fundamentalis dalam islam seperti yang ditulis oleh penulis diawal,
sebenarnya bukan milik dari kaum fundamentalis saja yang mengklai dirinya yang
paling benar, kaum moderatpun terkadang banyak diantara mereka yang mengklam
dirinya yang paling benar dan yang lain salah. Namun bagi kaum mderat apresiasi
kepada perbedaan, sikap yang lembut dan seterusnya itu yang menjadi”kebenaran”.
Tidak dari kaum fundamentalis yang tanpa kompromi, tidak seharusnya menghargai
perbedaan keyakinan dan sikap keras menjadi prioritas utama “kebenaran”.
Sayakira
semua umat islam sepakat Al-qur’an adalah rujukan utama dalam meneggakan
syari’at dan sunnah sebagai tapi untuk memahami al-quran tidak cukup hanya
memahami teksnya saja perlu untuk mengkaji ahbabul nuzulnya. Agar pemaknaannya
dapat diaplikasikan dengan kejadian saaat ini.
oleh:Saidiaby.
[1] http://pcinumesir.tripod.com/ilmiah/jurnal/isjurnal/nuansa/Jan03/Menelusuri%20Sejarah%20dan%20Makna%20Fundamentalisme%20(kajian).htm . DR. Haidar Ibrahim Ali.
Guru Besar Ilmu Sosial dan Direktur Pusat Pendidikan Sudan. Dalam makalahnya, Al
Ushûliyyah; Al Târîkh Wa Al Ma’na yang mengutip dari James Barr:
Fundamentalism. London : SCM Press, 1977, phal 1-3, Lionel Caplan (ed): Studies
In Fundamentalism. London : Mac Millan Press, 1987, hal. 1, Marsden, G. : Fundamentalism And
American Culture; The Shaping Of Twenthiet Century Evangelicalism, 1890 – 1925.
New York: Oxfort University Press, 1980, hal. 244, Roger Garaudy : Al Ushûliyyah Al Mu'âshirah; Asbabuha Wa
Madhahiruha. Ta'rib Khalil Ahmad Khalil. Paris, Dar Alfain, 1992, hal. 13, Barr,
op. cit., hal. 2.
Comments
Post a Comment