Siapa Fundamentalis itu?

Siapa Fundamentalis itu?
 
Fundamintakis dalam islam  atau islam fundamentalis memberikan gambaran adanya kelompok yang eklusif dan militan. Ada kesan tertentu bahwa kelompok seoerti itu menganggap orang yang tidak sependapat dianggap kafir, merasa dirinya yang paling benar bahkan merka menganggap adalah musuh.  Yang dianggap  musuh bagi mereka bukan hanya orang yang berlainan agama tapi muslim sendiri terkadang juga dianggap musuh dengan alasan ahlih maksiat, munafik, dan lain lain tetapi anehnya mereka diam saja ketika diantara mereka bermaksiat . Lalu pertanyaannya siapa kelompok fundamintalis itu?.
Penulis mencobak memberi gambaran pada tulisan singkat ini dengan berbagai pandangan dari pemuka agama. Fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fundamental). Karenanya, kelompok-kelompok yang mengikuti paham ini seringkali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada di lingkungan agamanya sendiri. Mereka menganggap diri sendiri lebih murni dan dengan demikian juga lebih benar daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajaran agamanya telah "tercemar".Kelompok fundamentalis mengajak seluruh masyarakat luas agar taat terhadap teks-teks Kitab Suci yang otentik dan tanpa kesalahan. Mereka juga mencoba meraih kekuasaan politik demi mendesakkan kejayaan kembali ke tradisi mereka.
Secara historis sebenarnya fundamentalis itu diplopori James Barr yang merupakan rujukan utama dalam bidang fundamentalisme. James Barr mengatakan, kata ini bermula dari judul essay yang berjudul "Fundamentals" yang muncul di Amerika sekitar tahun 1910-1915. Istilah ini digunakan untuk mengkategorikan teologi ekslusif, yaitu kepercayaan mutlak terhadap wahyu, ketuhanan Al-Masih, mukjizat Maryam yang melahirkan ketika masih perawan, serta kepercayaan lain yang masih diyakini oleh golongan fundamentalis Kristen sampai sekarang.
Namun, ada yang mengatakan penamaan tersebut tidak cocok untuk kaum fundamentalis masa sekarang, karena pendapat-pendapat mereka terlalu sempit dan kurang jelas. Biarpun alasan ini kurang bisa diterima, karena fundamentalisme yang baru minimal masih masuk dalam kategori fundamental—dalam makna yang klasik, di samping ajaran-ajarannya masih di terima oleh kaum fundamentalis masa sekarang. Faktor kesejarahan makna dari istilah ini tidak begitu penting untuk memahami istilah tersebut pada masa sekarang. Sebagian pengamat berpendapat bahwa fundamentalisme pada mulanya terbatas kepada penganut Protestan di Amerika Serikat.
Istilah ini digunakan untuk para penjaga Injil (evangelicals) dalam golongan Protestan dan juga golongan Karzemy yang tumbuh pesat sebagai satu sekte dalam agama Kristen. Banyak juga yang menganggap bahwa fundamentalisme adalah segolongan masyarakat desa, atau sekelompok masyarakat terpencil yang tinggal di kota kecil yang sebagian besar penduduknya beragama Kristen Protestan. Kemudian gerakan fundamentalisme menjadi gerakan militan agama yang menggunakan kekuatan politik, sebagai alat untuk memerangi apa yang dianggap sebagai gerakan  liberalisme, yang mengancam stabilitas negara, keluarga, dan Gereja. Ide-ide liar semacam ini mulai bersemi pada masa Russfelt.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa fundamentalisme adalah fenomena baru, namun sebagian sejarahwan Protestan di Amerika berusaha untuk tidak mengakui bahwa fundamentalisme di Amerika itu hasil dari abad dua puluhan, yang pada masa itu terdapat perdebatan tentang teori evolusi dan asal-usul manusia. Maka  Marsden berusaha untuk menarik akar sejarah fundamentalisme dari mulai munculnya gerakan suci yang ada sebelum lahirnya istilah fundamen­talisme itu sendiri.
 Oleh karena itu bagi Marsden, fundamentalisme yang sekarang merupakan penguat dari  kecenderungan pada kebudayaan bangsa Amerika dan agama-agama tradisional.
Garaudy berpendapat lain, bahwa pemakaian fundamentalisme belum ada dalam kamus besar Roper sampai tahun 1966. Tapi kamus kecil La Rose tahun 1966 telah mendefinisikannya dengan sangat umum sekali, yaitu: "sikap orang-orang yang menolak kondisionalisai akidah, sesuai dengan situasi dan kondisi baru". Bahkan menurutnya definisi dalam bahasa Perancis telah dipakai oleh Kristen Katolik, di mana terjadi pertentangan dengan para pembaharu semenjak masa Paus X, kemudian setelah Muktamar Vatikan II tahun 1966.  
Dari analisa kesejarahan ini, kita bisa menemukan benang merah istilah fundamentalisme dalam tradisi agama Kristen dengan bermacam-macam alirannya. Meski sebagian kalangan sungkan untuk menamakan diri dengan kaum fundamentalis seperti segelintir orang di Inggris lebih suka dengan nama "para penjaga Injil". 
 Namun istilah “penjaga Injil” ini tidak populer, di samping definisi ini berse­brangan dengan fundamentalisme. Istilah fundamentalisme kadang cenderung berkonotasi negatif dan mengejek, tapi juga berfungsi untuk memberi batasan terhadap satu kondisi tertentu sebagaimana gerakan "evangelicals" (para penjaga Injil) erat hubungannya dengan politik di dalam Gereja. 
Banyak orang alergi dengan sebutan fundamentalisme ini. berbeda dengan para penganut Protestan yang dengan bangga memegang identitas tersebut,dan memakainya untuk membedakan diri dengan mereka yang lebih suka dengan sebutan “pembela akidah”. 
Namun bersamaan dengan definisi yang cederung bermakna negatif ini, tentu tak seorangpun akan mengguna­kannya. Inilah yang disebut oleh Walker dengan kesewenang-wenangan bahasa.? Dari sini, kata fundamen­talisme mempunyai makna rancu dan berubah-rubah sesuai dengan pendapat dan sikap orang yang menafsirkannya. Dan tentu maksud dan tujuannyapun akan berbeda sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Maka terkadang istilah fundamentalisme hanya mencakup golongan-golongan ter­tentu, seperti golongan pembela kaum Yahudi di Israel, atau gerakan pembebasan Tamil di Srilangka atau golongan Hindu melawan missionaris asing di India. Yang lebih menarik jika belakangan ini fundamentalisme diidentikkan dengan Islam. 
Kaum fundamentalis sendiri menolak penamaan ini, karena menurut mereka tidak mewakili dari akidah yang mereka anut, namun hanya untuk golongan dan sekte tertentu. Dalam agama Kristen misalnya, lebih suka menyebut dirinya dengan "Kristen sejati" atau Kristen saja. Karena setiap kritikan yang ditujukan kapadanya berarti hujatan atas agama itu sendiri. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Islam fundamentalis yang mencampur antara kritik terhadap golongan dan kritik agama secara umum. Pandangan ini dengan sendirinya menjadi bagian inti dari proses maraknya funda­men­talisme.
 Jika kita telusuri dasar-dasar fundamentalisme dalam Injil, Al Quran, maupun nash-nash suci lainnya, tentu kita tidak akan menemukannya. Semua itu hanya akan kita temui dalam pemahaman atas teks-teks agama. Sayangnya pemahaman ini sering dianggap sebagai bagian dari agama. Di sini, fundamentalisme sebenarnya berfungsi sebagai pelestari pemahaman keagamaan yang berkembang dan dianut pada zaman dulu. Kini hanya sekedar ta'wil dan pandangan belaka[1].
 Ketika kita menarik fundamentalis dalam islam seperti yang ditulis oleh penulis diawal, sebenarnya bukan milik dari kaum fundamentalis saja yang mengklai dirinya yang paling benar, kaum moderatpun terkadang banyak diantara mereka yang mengklam dirinya yang paling benar dan yang lain salah. Namun bagi kaum mderat apresiasi kepada perbedaan, sikap yang lembut dan seterusnya itu yang menjadi”kebenaran”. Tidak dari kaum fundamentalis yang tanpa kompromi, tidak seharusnya menghargai perbedaan keyakinan dan sikap keras menjadi prioritas utama “kebenaran”.
Sayakira semua umat islam sepakat Al-qur’an adalah rujukan utama dalam meneggakan syari’at dan sunnah sebagai tapi untuk memahami al-quran tidak cukup hanya memahami teksnya saja perlu untuk mengkaji ahbabul nuzulnya. Agar pemaknaannya dapat diaplikasikan dengan kejadian saaat ini.


oleh:Saidiaby.


[1]  http://pcinumesir.tripod.com/ilmiah/jurnal/isjurnal/nuansa/Jan03/Menelusuri%20Sejarah%20dan%20Makna%20Fundamentalisme%20(kajian).htm . DR. Haidar Ibrahim Ali. Guru Besar Ilmu Sosial dan Direktur Pusat Pendidikan Sudan. Dalam makalahnya, Al Ushûliyyah; Al Târîkh Wa Al Ma’na yang mengutip dari James Barr: Fundamentalism. London : SCM Press, 1977, phal 1-3, Lionel Caplan (ed): Studies In Fundamentalism. London : Mac Millan Press, 1987, hal. 1,  Marsden, G. : Fundamentalism And American Culture; The Shaping Of Twenthiet Century Evangelicalism, 1890 – 1925. New York: Oxfort University Press, 1980, hal. 244, Roger Garaudy :  Al Ushûliyyah Al Mu'âshirah; Asbabuha Wa Madha­hiruha. Ta'rib Khalil Ahmad Khalil. Paris, Dar Alfain, 1992, hal. 13, Barr, op. cit., hal. 2.

Comments

Popular posts from this blog

SECANGKIR KOPI SEMANGAT

sejarah INSUD